Papua adalah pulau yang kaya akan keindahan alam dan keberagaman budaya. Namun belakangan, Papua menjadi sorotan internasional. Melalui "All Eyes on Papua", masyarakat adat Awyu dan Moi menolak pengalihan hutan adat mereka menjadi lahan perkebunan sawit.
Di balik seruan tersebut, terdapat kisah-kisah dan nilai-nilai suku-suku ini yang membuat siapapun tergerak untuk membela. Mari kita telaah lebih dalam tentang 4 fakta menarik tetang suku Awyu dan Moi yang tengah berjuang mempertahankan budaya dan lingkungan alam mereka.
Kaya Akan Budaya
Suku Awyu, terdiri dari beberapa sub-suku seperti Aghu, Nohon (Awyu Tengah), Pisa (Asue), Jair, dan Awyu Selatan, membawa warisan budaya yang kaya. Makanan utama mereka seperti sagu dan hasil tangkapan dari sungai atau rawa, menunjukkan cara hidup yang berkelanjutan dan bergantung pada sumber daya alam. Bahasa mereka, Bahasa Awyu, terbagi menjadi beberapa dialek yang memperkaya keberagaman budaya mereka.
Foto:CNN Indonesia/Andry Novelino
|
Sementara itu, Suku Moi, yang terkenal akan keramahannya dengan lingkungan, tinggal di sebagian daerah Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Mereka terbagi dalam tujuh subsuku, dengan tradisi tradisional yang masih kuat.
Penjaga Keseimbangan Alam
Suku ini memiliki keterkaitan yang erat dengan alam sekitar dan menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah Papua. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang tanaman, hewan, dan lingkungan sekitar. Dengan praktek-praktek tradisional mereka, seperti berburu yang berkelanjutan dan menjaga keberlanjutan lahan pertanian, mereka berkontribusi pada pelestarian alam.
Contohnya, suku Moi yang mempunyai tradisi egek. Tradisi ini mengajarkan mereka untuk menjaga alam dengan mengambil secukupnya dari sumber daya alam, menjadi prinsip yang mereka pegang teguh. Penggunaan perahu tradisional, yang disebut 'kama', dan pengembangan budaya egek menjadi bagian integral dari identitas mereka. Dengan adat ini, mereka berusaha mempertahankan keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan, sambil menjaga warisan nenek moyang mereka.
Mata Pencarian yang Unik
Suku Awyu dan Moi memiliki peran mata pencaharian yang unik dan berbeda satu sama lain. Suku Awyu, sebagai peramu dan pemburu, mengandalkan pengetahuan mendalam tentang alam untuk mencari berbagai jenis tumbuhan dan menjalankan kegiatan berburu.
Di sisi lain, suku Moi lebih cenderung berkebun dan mengelola hutan, menggunakan lahan untuk bercocok tanam dan merawat kebun-kebun mereka. Dengan perbedaan ini, keduanya menunjukkan kearifan lokal mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.
Foto:CNN Indonesia/Andry Novelino
|
Memperjuangkan Tanah Adat
Masyarakat adat Papua menolak rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektare. Itu karena hutan adat adalah sumber penghidupan utama bagi masyarakat adat. Luas itu disebut sebesar setengah dari Jakarta. Hutan-hutan ini bukan hanya tempat tinggal bagi suku Awyu dan Moi, tetapi juga menyediakan sumber daya alam yang penting, termasuk makanan, obat-obatan tradisional, dan bahan bangunan. Kehadiran hutan-hutan ini juga menjaga keseimbangan ekosistem regional dan mendukung keberlangsungan kehidupan bagi berbagai spesies flora dan fauna yang endemik di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, penolakan mereka terhadap pengalihan hutan adat menjadi lahan perkebunan sawit bukan hanya demi melindungi keberlangsungan hidup mereka sendiri tetapi juga menjaga kelestarian alam dan lingkungan bagi generasi mendatang.
Dengan memahami dan menghargai keunikan suku Awyu dan Moi, kita tahu tantangan yang mereka hadapi. Dukungan kita dalam mempertahankan warisan budaya dan lingkungan alam mereka akan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan hidup dan keberagaman Papua.
Mari bersama-sama mendukung masyarakat adat Papua dalam menjaga kekayaan budaya dan keanekaragaman hayati di Papua untuk generasi mendatang. Jangan lupa juga dukung kebaikan lainnya lewat Donasi di berbuatbaik.id yang 100% tersalurkan.