Membuat tusuk sate ternyata tidak semudah seperti apa yang kita bayangkan. Namun hal tersebut sudah biasa bagi keluarga Slamet. Sehari-hari, pria berusia lebih dari 60 tahun ini menjadikan pekerjaan membuat tusuk sate sebagai sumber dari penghasilannya.
Meskipun hanya sekadar menebang seruas bambu, pekerjaan ini merupakan sebuah kerja keras yang jauh dari kata mudah. Setelah ditebang, batang bambu dipotong sesuai ukuran antara 20 atau 24 sentimeter. Biasanya, Slamet dibantu anak keduanya yaitu Usup yang berusia 25 tahun.
Foto:berbuatbaik.id
|
Sejak kecelakaan motor setahun yang lalu, Usup keluar dari pekerjaannya di Yogyakarta. Kakinya patah dan hingga kini masih belum sembuh total. Usup hanya mampu mengerjakan pekerjaan ringan di rumahnya.
“Ya, kasian sebenarnya seharusnya kalau sudah besar pengen bantu bapak. Bapak di rumah, saya yang kerja. Tapi zaman sekarang sulit mbak cari kerja, apalagi habis kena musibah ya. Iya habis kena musibah, gak punya ijazah kan susah cari kerja,” ujar Usup yang kini berdiam bersama keluarganya di Magelang, Jateng.
Tak hanya Usup, Uswatun anak pertama Slamet merupakan penyandang disabilitas. Namun ia juga turut membantu orangtuanya membuat tusuk sate dengan menghaluskan potongan bambu.
Foto:berbuatbaik.id
|
Untuk terus membuat dapur mengepul, keluarga Slamet harus bahu membahu mengerjakan tusuk-tusuk sate yang jika dijual harganya tak seberapa.
Namun mau bagaimana lagi, pendidikan yang rendah dan keterampilan yang terbatas membuatnya terpaksa memilih jalur sebagai pembuat tusuk sate sebagai pekerjaan utama. Selain itu demi untuk menambah penghasilan, Slamet juga bekerja sebagai buruh tani dan pekerjaan serabutan lainnya yang bisa ia kerjakan.
Setelah tusuk sate telah dibuat, Slamet harus berjalan kaki sejauh satu setengah kilometer ke desa seberang. Sekali jalan, biasanya ia membawa sekitar 5.000 tusuk sate. Kalau semuanya terjual, keluarganya akan mendapatkan uang Rp 20 ribu.
Foto:berbuatbaik.id
|
”Kita jual tusuk sate bersusah payah seperti ini, dapat uangnya berapa,” ucapnya.
Hidup tak pernah terasa mudah bagi Slamet. Pria paruh baya itu dan istrinya Musonah setiap hari harus bekerja keras untuk bisa sekadar mengisi perut keluarganya. Belum lagi anak bungsu mereka yang masih duduk di bangku SMP. Namun mereka sadar, bahwa semua beban keluarga berada di pundak mereka.
Mereka percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan mereka dan keluarga ini tak pernah lupa untuk beribadah dan berdoa.
“Amin pasti ya, buktinya sampai sekarang tetap kuat, tetap sehat. Alhamdulillah selalu bisa merawat anak-anak, semoga Tuhan memberi kekuatan dan kesabaran. Setiap malam saya salat minta sama Allah,” ucap Musonah dalam doanya.
Sahabat baik, jangan biarkan Slamet dan keluarganya berjuang sendirian. Mereka membutuhkan dukungan dan kebaikan hati dari #sahabatbaik. Cara membantunya dengan mulai Donasi sekarang juga.
Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan.
Kamu yang telah berdonasi akan mendapatkan notifikasi dari tim kami. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang kamu ikuti, berikut update terkininya.
Jika berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang!