Di sudut kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kartini (28) duduk menunggu pelanggan datang membeli keripik dagangannya. Sembari berjualan, pendengaran Kartini waspada menjaga dua anaknya, Nabil (2) dan Nayla (6). Kartini hanya mengandalkan pancaindra lainnya selain penglihatan, sejak matanya tak mampu lagi melihat sempurna.
Mata janda ini hanya dapat melihat sekilas cahaya. Sementara bentuk dan rupa manusia di sekitarnya tidak jelas. Indra penglihatan Kartini hilang sejak dia kecil dan diagnosis mengalami katarak.
Foto:berbuatbaik.id
|
Dengan penglihatan buram begitu, Kartini pun menjadikan anak-anaknya mata bagi dirinya, utamanya saat berjualan. Oleh karena itu, sepulang sekolah Nayla lah yang membantu ibunya berjualan, termasuk saat berjalan.
"Nayla itu sudah bisa tuntun saya mau jalan. Susah juga sih karena kalau misalkan ada diminta beli kadang minta tolong sama dia. Aduh sering kalau dia disuruh kadang dia aduh capek aku disuruh terus, tapi belas kasihannya dia besar, kasih sayangnya sama orang tua," ungkap dia kepada tim berbuatbaik.id.
Foto:berbuatbaik.id
|
Kartini mengatakan sudah menjajakan keripik sejak 3 tahun lalu. Dengan modal Rp 150 ribu dia membeli keripik dari pembuatnya. Biasanya keripik Kartini baru laku terjual 15-20 bungkus dalam waktu 1 sampai 2 minggu,
Satu bungkus keripik pisang dia hargai Rp 10 ribu. Jika beruntung, Kartini membawa pulang uang Rp 40 ribu dengan keuntungan Rp 2 ribu per bungkus. Namun pendapatan ini tifak pasti namun dirinya pantang menyerah.
"Cuma pernah itu, hanya berapa ya, saya jualan hanya 4 jam kalau nggak salah di pinggir jalan. Lakunya hanya 3 bungkus tapi itu hari saya sudah capek saya pulang, mana juga si kecil udah ngantuk kepanasan pulang. Sudah ya sudah terpaksa hasil itu saja dipakai untuk makan gitu," ucap Kartini sedih.
Foto:berbuatbaik.id
|
Dia sebenarnya baru mulai jualan baru-baru ini setelah sempat beristirahat berbulan-bulan pascakecelakaan yang menimpanya. Akibat kecelakaan itu, telapak kaki kanan Kartini mengenai benda tumpul dan harus menjalani sejumlah operasi. Namun puji syukur, kakinya sudah perlahan pulih.
"Pas kejadian saat itu pas saya pulang jualan saya dijemput sama tetangga, saya terus nggak jauh dari tempat jualan saya terjadi sudah di situ kecelakaan tabrakan saya ditolong sama masyarakat dibawa ke rumah sakit," ceritanya.
Oleh karena itu, kini dia mulai berjualan lagi dengan kondisi terpincang-pincang dan juga mata tak melihat. Mau bagaimana lagi? hidup menututnya terus mencari nafkah. Apalagi kini dia memilih tidak bergantung dari siapapun dan tinggal di kosan berukuran 3x3 m di Kecamatan Rapoccini, Makassar, Sulsel. Kartini memilih mandiri dan jauh dari kampung halamannya di Gowa.
"Pas itu habis kecelakaan sempat bosan di rumah. Saya berpikiran, apakah saya bisa beraktivitas atau kembali seperti dulu atau gimana. Sampai kapan saya merepotkan keluarga karena kemarin sempat merepotkan menjadi beban buat keluarga tinggal di kampung kemarin numpang sama saudara sampai terkadang air mata saya jatuh, menyedihkan. Tapi saya pikir lagi pasti ada jalan keluarnya semua itu pasti ada hikmahnya," tutupnya pilu.
Ketegaran dan kemandirian Kartini tentu menjadi inspirasi. Walau sesulit apapun kondisinya, Kartini memilih tidak meminta dan hidup dari keringatnya sendiri. Walau penglihatan terbatas sifat pantang menyerahnya tak terbatas.
Sahabat baik, alangkah bahagia jika bisa meringankan beban hidup Kartini yang berjuang seorang diri menafkahi anak-anaknya. Mari bersama Donasi di berbuatbaik.id untuk membantunya terus semangat menata hidup.
Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan. Kamu yang telah berdonasi akan mendapatkan notifikasi dari tim kami. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang kamu ikuti, berikut update terkininya.
Jika kamu berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang!