Tidak seperti kebanyakan lansia lain, tak ada waktu istirahat bagi Mbah Landep (78) di masa tuanya. Wanita asal Dusun Jladri, Desa Pucung, Kecamatan Kismantoro, Wonogiri, Jawa Tengah ini menjadi ibu tunggal dan penopang bagi anak-anaknya yang berkebutuhan khusus dan disabilitas. Mereka adalah Mursiyem, Gareng dan Sepen serta cucunya Pinna.
Gareng dan Sepen adalah penyandang tuna rungu, tuna wicara dan disabilitas intelektual. Sementara cucunya Pinna, Anak Mursiyem juga tak sempurna sama tidak sempurnanya dengan rumah kediaman mereka yang sebenarnya telah dibantu Pemkab setempat namun jauh dari kata mewah.
Foto:berbuatbaik.id
|
Contohnya saja bagian dapur rumah ini yang masih bertembok anyaman bambu dan beralas tanah. Bahkan setengah dari dapur ini diahlifungsikan yang semula merupakan tempat tidur Mbah Landep dan Sepen. Keadaan yang sama juga terjadi di kamar Mbah Landep yang sering kebasahan karena hujan.
"Gentingnya hampir menjatuhi saya. Saya di sini, gentingnya di sebelah sana karena angin besar. Saya kaget
Karena sudah pernah jatuh pindah biar aman," lanjut dia kepada tim berbuatbaik.id.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Mbah Landep bekerja sebagai buruh tani serabutan. Ia mempunyai sebidang kebun kecil yang ditanami temulawak dan biasa dia panen.
Foto:berbuatbaik.id
|
Per kilogram temulawak dihargai Rp 5-6 ribu. Dalam satu bulan, Mbah Landep hanya bisa mengumpulkan 10-20 kg sehingga dia hanya membawa pulang uang paling banyak Rp 200 ribu yang Mbah usaha cukupkan untuk kebutuhan 5 orang di rumahnya.
Biasanya Mbah Landep menakar 2 gelas untuk dimasak tiap hari. Beruntung beras kali ini dia dapatkan dari desa karena keluarganya terdaftar sebagai penerima bantuan desa.
Kendati demikian, bukan berarti Landep memakai beras seenaknya justru dia memilih berhemat. Mbah Landep mencampur nasi dengan tiwul yang dibuatnya sendiri. Sebagai informasi, tiwul adalah singkong yang dijemur kering selama sepekan lalu ditumbuk menjadi tepung halus. Kemudian diberi air dan dimasak bersama nasi.
Foto:berbuatbaik.id
|
"Supaya lebih bertahan lama berasnya. Biar awet. Iya makanan saya ini. Biar ngirit karena yang makan di rumah banyak orangnya," lanjutnya.
Bagi Mbah Landep ini merupakan bahasa cinta kepada anak-anaknya sehingga tak masalah dirinya harus memakan tiwul dan anaknya bisa memakan nasi.
Sang anak pun tak mau berpangku tangan, Gareng dan Sepen juga membantu bekerja dengan mengiris daun kelapa untuk sapu lidi yang dijual kembali. Hasilnya mereka bisa mendapatkan Rp 3-4 ribu per buah. Bagi keluarga ini, saling membantu dan berkorban meski terlihat kecil adalah wujud kekuatan cinta.
Sahabat baik, kisah ini menjadi cerminan kasih sayang keluarga meski dalam keterbatasan. Bentuk dukungan kepada keluarga ini pun bisa kamu berikan dengan cara Donasi di berbuatbaik.id
Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan.
Kamu yang telah berdonasi akan mendapatkan notifikasi dari tim kami. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang kamu ikuti, berikut update terkininya.
Jika kamu berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang!