“Alhamdulillah. Habis bagaimana ya tuntutan hidup, tuntutan menghidupi anak supaya sampai gede. Ibu mah harapannya cuma anak doang. Sebenernya mah kalau mau putus asa mah ibu putus asa. Abis bagaimana ngeliat anak, apalagi cuma ibu doang yang ngurusin. Harapannya anak doang. Apapun orang nyuruh apapun yang penting halal untuk menghidupi anak, gitu aja ibu mah,”
Itulah untaian kalimat syukur yang keluar dari mulut Raswi atau biasa dipanggil Awi (40), seorang ibu tunggal yang tak pernah henti berjuang untuk menghidupi ketujuh anaknya. Ia telah berpisah dari suaminya sejak tiga tahun lalu.
Foto:berbuatbaik.id
|
Kini, ia harus menafkahi semua anaknya, dari kebutuhan biaya sekolah, makan sehari-hari, dan biaya lainnya hanya seorang diri. Umur anaknya pun masih terbilang masih remaja dan anak-anak. Si sulung, Ani, baru berusia 15 tahun dan yang paling kecil, Zafia, baru menginjak 2,5 tahun.
Segala cara diupayakannya dengan menjadi seorang kuli pengikat bibit dan pengarit rumput. Bilah pisau itu ia ayunkan hanya demi mengumpulkan beberapa ikat rumput yang kemudian ditukarkannya dengan upah yang tak seberapa itu. Upah hanya Rp 10 ribu itu ia terima dengan penuh keihklasan dan dicukupkan untuk makan ketujuh anaknya.
Dapat dikatakan bahwa nominal tersebut dirasa tak cukup, bahkan untuk sekadar mengganjal perut. Belum lagi terbebani oleh kondisi musim kemarau yang membuat tanah menjadi gersang dan tandus. Hal ini menyebabkan Awi harus kehilangan pekerjannya dan bersusah payah dalam menafkahi ketujuh anaknya.
“Kalau penuh 10 ribu sampai padat gitu. Itu buat beli lauk aja, cabe, bawang, udah. Buat makan sehari-hari. Kalau beras enggak cukup.” kata Awi yang tinggal di Kampung Bulak, Pantai harapan Jaya, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jabar.
“Pernah satu bulan ibu tanpa nasi tanpa apapun, labu bisa dimakan buat anak-anak. Satu bulan cuma labu, enggak ada apa-apa sama sekali. Tanpa nasi, tanpa apa asal direbus sudah,” lanjutnya.
Foto:berbuatbaik.id
|
Awi yang juga kesulitan untuk berjalan sering kali tak menyanggupi dirinya untuk menopang beratnya beban pekerjaan yang ia emban. Kondisi kakinya yang tidak normal itu menyebabkan ia harus berjalan dengan terpincang-pincang. Bahkan, ia kerap kali terperosok dan tersungkur jatuh.
Ia tidak bisa melakukan pekerjaan yang berat dalam waktu yang lama. Meski begitu, ia tak pernah menyerah begitu saja pada keadaan. Rasa cinta dan kasih dari anak-anaknya lah yang menyebabkan dia bertahan. Kedua anak tertuanya juga tak pernah luput membantu Awi untuk menyambung hidup.
“Itu kalau enggak ngeliat itu, ya udah terperosok. Udah jatuh kalau engga pakai (ditopang) kayu. Ibu gak bisa kalau jalannya begini, kalau yang rata mah bisa,” ucap Awi.
“Ya capek, tapi habisnya bagaimana, tuntutan hidup, Namanya punya anak-anak kan harus dikasih makan, biaya sekolah yang mau gak mau ibu harus begini cari sesuap nasi lah buat anak-anak makan.” lanjutnya.
Walau sering diterpa banyak kesulitan, Awi tetap gigih menyekolahkan buah hati dengan harapan ada perubahan di masa depan melalui pendidikan.
Foto:berbuatbaik.id
|
“Semoga dikasih kesehatan buah biar pada jadi orang sukses biar jadi orang yang berguna itu aja bisa ngebantu adik-adiknya bisa ngebantu keluarga aja itu aja nggak pengen apa-apa biar cukup Makan Soalnya kita sering lapar,” ungkapnya sedih.
Itulah sepenggal kisah perjuangan Awi, seorang ibu tangguh, yang tak henti-hentinya berjuang menghadapi beratnya cobaan hidup yang terus menghantamnya. Tinggal di rumah petak juga tak membuat Awi menyumpahi takdir yang diterimanya. Segala derita dan cobaan hidup yang dialaminya, ia lewati dengan penuh ketabahan dan rasa syukur bersama dengan ketujuh anaknya.
Sahabat baik, kamu bisa bantu ringankan beban Awi dan ketujuh anaknya dengan donasi di berbuatbaik.id. Berapapun nominal yang sahabat baik berikan, tentu akan sangat membantu Awi dan menghidupkan kembali masa depan anak-anaknya. Tak perlu khawatir, donasi yang kamu berikan akan disalurkan 100% tanpa ada potongan sedikit pun. Yuk sahabat baik, jangan tunda niat baikmu dan berbuatbaik dari sekarang juga!