Di sebuah tempat pengepul bawang, Desa Macege, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone, seorang ibu dengan cekatan mengupas bawang. Pemandangan ini menjadi tak biasa karena Suranti atau biasa disapa Yanti ini menggendong balita sembari mengupas bawang. Tak hanya itu, kedua matanya pun tak sempurna karena buta.
Bekerja tanpa melihat saja sudah luar biasa, apalagi ditambah dengan mengasuh si bungsu, Raffa, yang baru berusia 6 bulan. Aura, anak tengahnya, juga setia menemani.
Foto:Yanti
|
Keterpaksaan membuat Yanti harus membawa Raffa yang masih bayi, sambil mencari nafkah. Suami Yanti, Amir, bekerja sebagai buruh bangunan, sehingga tak ada yang menjaga anaknya di rumah. Dengan keterbatasannya, Yanti tetaplah ibu dan istri sejati. Ia tak mau berpangku tangan dan hanya mengandalkan penghasilan suaminya walau dalam gelap Yanti berusaha melengkapi kebutuhan rumah tangga.
“ Yang membuat saya tidak mengeluh hanya untuk anak-anak saja. Kadang orang bilang kamu tidak ingin melihat wajah anakmu kah ingin sekali tapi bagaimana mau di apa” ucap Yanti kepada tim berbuatbaik.id.
Foto:Yanti
|
Aura yang kini berusia 6 tahun, selalu menjadi mata bagi Yanti, untuk bolak-balik dari rumah ke lokasi kerja yang berjarak 200 meter.
Untuk pekerjaan ini, Yanti hanya diupah Rp 1.000 per kg yang dia kerjakan bahkan hingga jam 9 malam. Yanti begitu bekerja keras padahal tak ada cahaya yang dia andalkan namun anehnya dia mengaku tak sekalipun terluka tersayat pisau.
“Ya Alhamdulillah Selama saya kerja belum pernah kena pisau atau bagaimana nggak pernah.Nah itulah yang jadi pertanyaan kan saya tidak melihat Kenapa bisa saya tidak pernah kena pisau itulah," sambung Yanti.
Foto:Yanti
|
Setahun belakangan, keluarga ini tinggal di kontrakan sederhana 3x4 meter dengan biaya sewa Tp 200 ribu per bulan. Ruang sempit itu menjadi satu-satunya tempat berteduh bagi keluarga beranggotakan 5 orang ini.
Yanti, ibu tuna netra ini pantas disebut hebat. Ia bangkit dari keterpurukannya di masa lalu. Sejak lahir, mata kanannya memang tak bisa melihat. Namun saraf mata kirinya pun rusak, di usianya yang ke-16. Dunia bagi Yanti tiba-tiba terasa gelap.
Tapi keputusasaan itu tak bertahan lama. 9 tahun yang lalu, Yanti bertemu Amir. Amir menerima kekurangan fisiknya, dan dengan tulus meminang Yanti. Hingga kini mereka dikaruniai 3 orang anak, Dicki, si sulung yang berusia 8 tahun, Aura, dan Raffa. Keluarganya, kini menjadi kekuatan bagi Yanti.
"Iya sempat saya berpikir kan waktu saya masih gadis mana ada laki-laki yang mau sama saya yang seperti ini terus orang bilang nggak usah yang penting jodoh itu diatur sama Tuhan jodoh hidup dan mati Bukan Kita yang menentukan kadang saya tidak menyangka saya bisa bersuami seperti orang-orang yang berkeluarga Alhamdulillah ada orang yang mau mencintai dan menerima saya apa adanya," ungkap Yanti.
Foto:Yanti
|
Pekerjaan Amir sebagai buruh bangunan tak bisa mendapatkan upah bulanan yang pasti. Jika ada proyek, Amir bisa sedikit bernapas lega. Paling tidak, ia bisa membawa pulang uang Rp 80 ribu per hari, yang dibayar tiap 10 hari sekali.
Sahabat Baik, kisah Yanti adalah gambaran paripurna bahwa kehilangan kedua cahaya mata tak berarti menyerah.
Lewat kesempatan ini, kami mengajak #SahabatBaik untuk jadi bagian dalam kisah mengharukan Yanti. Mari bantu Yanti, ibu Tunanetra tangguh dan keluarga kecilnya dengan Donasi di berbuatbaik.id. Donasi yang kamu berikan akan sampai langsung ke tangan Yanti 100% tanpa potongan biaya apapun.
Yuk mulai berbuat baik hari ini!