Nenek Sinar Mencari Nafkah Peluh jadi mengalir di wajah Nenek Sinar tiap kali ia berkeliling memikul bale-bale bambu untuk dijual. Dengan bale-bale di pundaknya yang mencapai 12 kg, Nenek Sinar raup rupiah demi rupiah untuk menyambung hidup.
Nenek Sinar tinggal berdua dengan suaminya, Kakek Sidda di Desa Samasundu, Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Selatan. Menjual bale-bale bambu sudah ditekuninya sejak lama. Biasanya Nenek Sinar membuat bale-bale bambu bersama suami dan para tetangganya.
Foto:berbuatbaik
|
Namun seiring bertambahnya usia, stamina Kakek Sidda semakin menurun. Ditambah lagi dengan datangnya penyakit karena usia, membuat Kakek Sidda tak bisa seproduktif saat ia masih muda.
“Sudah sangat lama, karena sekarang saya sudah bercucu, sebelum bercucu sudah buat bale-bale-bale-bale. Kalau sudah dibuat di sini kita pergi pikul untuk dijual. (suami) sudah tidak pergi karena tidak kuat lagi, tinggal saya yang pergi sekali-kali,” ujar Nenek Sinar.
Selagi masih mampu melangkahkan kedua kakinya sendiri, Nenek Sinar tak akan pernah mau menyusahkan orang lain.
Menjadi penjual bale-bale bambu bukanlah profesi pertama yang ditekuni Nenek Sinar. Sebelumnya, Nenek Sinar pernah menggeluti pekerjaan menenun kain sarung. Namun profesi tersebut dirasa kurang menguntungkan apalagi menurunnya penglihatan Nenek Sinar menjadi alasannya beralih menjual bale-bale bambu.
Foto:berbuatbaik
|
Meskipun penghasilan menjual bale=bale bambu juga tak menentu, tetapi Nenek tetap bersyukur. Satu buah bale-bale bambu biasanya Nenek hargai Rp 170 ribu. Walaupun terkadang Nenek harus menurunkan harga karena terpenting adalah bale-bale bambu itu harus terjual. Semua dilakukan demi menyambung hidupnya bersama Kakek Sidda.
“Dulu menenun, karena sudah tidak kuat menenun, akhirnya memilih buat bale-bale, karena harganya sedikit, penglihatan saya juga sudah tidak begitu jelas kalau putus. Ya begitulah, kita pakai secukupnya, kalau sudah habis kita pergi lagi, makanya kita selalu pergi biar ada yang kita pakai beli, dicukup-cukupkan, karena kita takut berutang, apa yang kita pakai bayar kalau orang menagih, saya takut berutang,” kata Nenek kepada tim berbuatbaik.id.
Nenek Sinar sebenarnya memiliki lima orang anak. Keempat anaknya sudah berumah tangga sementara satu orang anaknya memilih mengadu nasib di perantauan. Berkali-kali anak-anak Nenek memintanya berhenti berjualan tetapi Nenek Sinar enggan berhenti. Ia tak mau hanya diam berpangku tangan menunggu rezeki dari anak-anaknya. Terlebih anak-anaknya sudah berkeluarga.
Foto:berbuatbaik
|
Menjual bale-bale bambu bukanlah profesi yang mudah. Apalagi dijalankan oleh Nenek Sinar yang notabenenya sudah berumur 78 tahun. Nenek Sinar harus bangun sedari pagi, ketika matahari belum terbit. Saat orang-orang masih terlelap, Nenek Sinar pergi berkeliling sambil membawa bale-bale bambu seberat dua belas kilogram di bahunya. Tak jarang Nenek rasakan pegal dan linu di sekujur tubuh karena harus membawa beban berat dan berjalan kaki hingga belasan kilometer. Nenek Sinar tetap tegar dan terus berikhtiar.
“Harus laku terjual, karena kalau sudah ada uangnya, ada lagi yang kita pakai membeli. Kalau hanya sekedar lututku saja yang sakit saya beli pil, Saya jarang sakit demam, hanya lutut yang kadang sakit, kalau sudah beli pil dan sembuh saya pergi lagi,” ungkapnya.
Kakek Sidda pun tak bisa berbuat banyak. Ia merasa sedih melihat Nenek Sinar yang harus berjualan bale-bale bambu. Dengan kondisi tubuh yang tak sebugar dulu, Kakek Sidda tetap membantu. Ia biasanya pergi membeli bambu dan merakitnya hingga menjadi bale-bale. Proses pembuatannya memakan waktu tiga hari. Kakek Sidda pun pernah mencoba menanam ubi tetapi hanya rugi yang diperoleh karena habis dimakan babi.
“Saya sampaikan supaya dia tidak usah pergi, cuman dia mau terus, kalau lagi tidak kuat ya tidak pergi. Sangat sedih hati melihatnya, tapi apa boleh buat, mungkin ini sudah takdirnya kita seperti ini,” ujar Kakek Sidda.
Tinggal berdua dengan sang suami di rumah yang tak cukup layak disebut sebagai tempat tinggal yang nyaman karena terbuat dari bambu.
Foto:berbuatbaik
|
“Sudah lapuk papannya, kadang kaki kita tertusuk duri karena papan dari kayu kelapa. Dapurnya juga pakai lantai bambu, sudah lapuk, kadang tetiba patah bambunya. Kita meminta agar diberi rejeki yang bagus, diberi rejeki bagus sehingga tidak apa-apa di rumah,” cerita Nenek Sinar.
Di rumah panggung berukuran 5x9m yang terbuat dari bahan semi permanen ini pula pahit manis dirasakan bersama. Bahkan kedua lansia ini pun terkadang harus menahan lapar atau bahan makan dengan nasi dan garam.
“Kalau tidak ada ikan ya kita makan pakai kelapa, kelapa diberi sedikit garam kalau sudah tidak ada ikan,” pungkasnya.
Perjuangan Nenek Sinar menjual bale-bale bambu menunjukan keteguhan hatinya yang enggan berpasrah pada takdir. Oleh karena itu, alangkah baiknya Sahabat Baik ambil bagian untuk bantu ringankan beban Nenek Sinar.
Caranya mudah, #sahabatbaik bisa Donasi ke berbuatbaik.id. Kabar baiknya, donasi kamu 100% tersalurkan tanpa potongan. Ayo mulai berbuat baik sekarang!