Mata Devi (20) menggenang saat menceritakan kembali takdir memilukan yang menimpa dirinya. Kecelakaan tiga tahun lalu merampas masa muda Devi. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini kini hanya menghabiskan waktu sambil sedikit melakukan terapi mandiri di rumahnya yang berlokasi di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kala itu, covid-19 masih berlangsung. Siswa seperti dirinya amat menantikan masa kembali bertatap muka di sekolah. Namun naas, di perjalanan pulang kemalangan menimpa Devi bersama temannya. Motor yang membonceng Devi tertabrak sebuah truk tronton yang hampir merenggut nyawa Devi.
Foto:berbuatbaik
|
Devi mengingat betapa sakitnya ia harus terseret di bawah ban truk tronton itu sejauh 15 meter. Aspal Jalan Cicangkal menjadi saksi patah tulang panggul, rusaknya saluran kandung kemih hingga hancurnya paha kiri Devi.
“Karena emang udah keserempet duluan yang kena duluan itu pinggang. Di situ padahal itu si sopir mobil itu udah lihat masih ada Devi itu dibawah tuh. Tapi mungkin dia udah nyerempet takut ketahuan warga dibablasin lah,” cerita Devi dari atas kursi roda hasil donasi para dokter.
Ayah Devi melayangkan demo selama 3 hari hingga perusahaan tambang tersebut pun bertanggung jawab. Namun dengan kondisi yang belum sembuh total, Devi harus melanjutkan pengobatan sendiri. Lantaran perusahaan tronton yang menabraknya tak sanggup lagi membayar tagihan pengobatan Devi. Akhirnya sang Ayah mengajukan pembuatan BPJS baginya agar bisa dirawat kembali. Pun pada saat itu, keluarga Devi sempat kena tipu oleh oknum yang membawa kabur uang keluarganya hingga lebih dari Rp 35 juta.
Kemalangan Devi bertambah. Satu tahun setelah peristiwa itu terjadi, Devi baru mengetahui fakta bahwa sang Ibu meninggal dunia seminggu setelah Devi alami kecelakaan. Kematian ibunda tak diketahui Devi dan sengaja dirahasiakan agar kondisi Devi tak semakin drop.
Keluarganya menjelaskan bahwa Ibu Devi mengalami stres akibat biaya pengobatan Devi yang begitu besar. Malangnya Devi mengetahui kabar tersebut setelah membaca berita tentang kecelakaannya melalui ponselnya.
Foto:berbuatbaik
|
"Tiap Devi nanya ibu ke mana dijawabnya sakit. Ibu kan emang asli Serang, katanya lagi dirawat dulu di sana. Soalnya sakit juga liat perut Devi ada pen. Yaudah pas dicopot (pen), mana? Ini kan udah gak ada besinya di perut Devi. Kenapa belum ditemuin (sama ibu)? Setelah 1 tahun mulai nyambung diajak ngomong, baru ngeh di situ ibu dah gak ada," ungkapnya sedih.
Bahkan, setelah satu setengah tahun sejak kecelakaan itu terjadi, Kakak ketiga Devi yang sering mengantarnya berobat turut menyusul mendiang Ibunya. Kakak Devi meninggal akibat menabrak mobil yang tengah berhenti dengan kondisi lampu mati di sebuah tanjakan. Atas kemalangan yang terus terjadi, ayah Devi juga membagikan perasaannya.
"Ngeliat anak begini, saya sedih. Artinya sedih, dia dirawat di rumah sakit ibunya meninggal. Abangnya juga mentok kena mobil meninggal juga, jadi sedih. Kenapa keluarga dikasih musibahnya tabrakan di mobil aja. Adek saya meninggal berantakan isi perutnya juga. Dua tahun, nah ini (Devi). Ini dapet setahun, Abangnya lagi," tutur Sumitra, Ayah Devi.
Ayah Devi masih berjuang demi kesembuhan sang anak. Kini ia bekerja serabutan, mengandalkan ajakan sang teman mengumpulkan bahan material. Setiap panggilannya ia akan diupah sebanyak Rp 200-300 ribu. Setiap harinya Ayah Devi pergi meluangkan waktu bertemu kawannya untuk melupakan sejenak masalah-masalah yang menimpanya.
“Kalau kita terlalu memikirkan yang kena musibah, saya yang sehat jadi sakit. Udah aja larinya ke Allah Yang Maha Kuasa, mungkin udah takdir. Makanya bisanya saya terhibur sama temen, ngobrol apa, hilang dah tuh. Tapi mah tiap abis magrib pulang, masuk kamar jam 9 bisa tidur jam 3. Itu setiap hari. Perasaan (terbayang) musibah itu ada di atas plafon. Baik istri meninggal, baik anak kegilin atau anak yag meninggal." cerita ayah Devi.
Besar harapan Devi untuk segera sembuh. Ia ingin bisa pipis dengan normal agar bisa fokus menjalankan ibadah puasa di bulan Maret nanti. Devi juga ingin bisa kembali berjalan normal.
“Harapan Devi bisa jalan. Bahkan gapapa nunggu bisa jalan, yang penting pipisnya normal lagi. Karena kan bentar lagi mau puasa, Devi pengen ikut (puasa) lagi. Syukur-syukur si bisa jalan. Biar Lebaran bisa nengok Ibu, bisa nengok Abang juga," kata Devi.
Saat ini Devi masih berjuang untuk bisa sembuh. Sebab keterbatasan biaya, sudah lebih dari satu tahun Devi berhenti berobat. Oleh karena itu, mari ulurkan tangan untuk menyemangati dan membantu Devi menyembuhkan diri. Caranya mudah, Sahabat Baik bisa berdonasi melalui kampanye ini untuk membantu Devi. Sahabat baik tidak perlu khawatir karena donasi yang kamu berikan 100% tersalurkan tanpa potongan! Yuk mulai berbuat baik sekarang!