Perjuangan Ponpes Tunarungu Menghapal Quran dengan Bahasa Isyarat
Di Kabupaten Sleman terdapat sebuah pondok pesantren (ponpes) yang berbeda dari ponpes lainnya. Di mana ponpes tersebut santrinya menderita tunarungu dan tunawicara. Meski begitu, para santri begitu mahir saat diajarkan membaca Al-Quran menggunakan bahasa isyarat.
Ponpes tersebut bernama Jamhariyah. Ponpes ini tepatnya berada di Umbulmartani, Ngemplak, Sleman. Ponpes Jamhariyah sudah berdiri sejak 2019 silam. Saat ini Ponpes Jamhariyah memiliki 33 santri dari berbagai daerah.
Pemilik sekaligus pengelola ponpes, Randy Pranarelza, mengungkapkan latar belakang berdirinya Ponpes Jamhariyah.
![]() |
"Awal mulanya kita merintis pondok 2019, awalnya majelis taklim untuk orang tuli. Sebelumnya saya aktif di pengajian orang tuli pada 2010/2011. Lalu ada orang tua tanya pondok khusus anak-anak untuk orang tuli, nah waktu itu nggak ada di seluruh Indonesia," ujar Randy saat ditemui detikJogja di lokasi ponpes, Rabu (19/2/2025).
Hal ini yang menggerakkan hatinya untuk mendirikan ponpes khusus tunarungu dan tunawicara. Sebab, Randy sebelumnya juga sudah menimba ilmu studi banding soal bahasa isyarat di berbagai negara muslim.
"2014 studi banding ke luar negeri melihat konsep Al-Qur'an hijaiyah dan belajar bahasa isyarat islami hijaiyah isyarat. Dapat metode ini dari negara Arab dan negara muslim. Metodenya Arabic Sign Language (ASL)," ungkap Randy.
"Lalu 2019 memberanikan diri dengan modal bismillah dan tawakal membangun ponpes ini. Alhamdulillah," jelasnya.
Metode tersebut tampak seperti bahasa isyarat pada umumnya. Tiap-tiap huruf hijaiyah tersebut menggunakan tanda khusus menggunakan tangan.
![]() |
"Ini menjadi tantangan khusus karena tidak seperti kebanyakan ponpes orang biasa ya istilahnya," tutur Randy.
"Sama anak-anak difabel kan juga penanganannya ekstra, ekstra waktu dan biaya. Kita menangani anak normal yang nggak ada uzur aja banyak banyak kendala, apalagi yang uzur," lanjutnya.
Apalagi menurutnya, santri-santri tersebut banyak yang berasal dari luar Yogyakarta,
"Seperti dari Jabodetabek, Jatim ada di luar pulau juga dari Lampung santri dari Madura dan Kalimantan. Di sini berbayar semampunya artinya mayoritas ekonomi ke bawah keluarganya ada yang buruh harian cuma pedagang kaki lima tapi mereka (anak-anak) mau belajar mengusahakan hafiz juga," sambungnya.
Ditambah, Randy bilang, beberapa fasilitas juga kurang memadai. Sebab, beberapa fasilitas seperti lemari, meja, dan dipan kasur banyak yang rusak.
"Fasilitas itu istilahnya apapun yang ada di sini nggak ada yang umurnya panjang. Lemari, ranjang patah semua, kalau meja cepet banget. Ya biasa karena anak-anak juga butuh perhatian ekstra ya," ungkapnya.
"Kalau untuk kebutuhan kita ingin ada ranjang lagi karena anak-anak tidurnya pakai kasur lantai. Terus, kita juga sempat berpikir buat adakan komputer, belum kesampaian," pungkas dia.
![]() |
Randy mengatakan memang ada para donatur namun mereka silih berganti dan tidak tetap. Randy yakin ini adalah bagina perjuangan dan juga seraya bertawakal pada Allah agar mendapatkan kemudahan menjalankan operasional pesantren.
"Kalau untuk beras ada yang kirim cuma gak musti ga bisa dikatakan tetap beberapa ga musti. Kita setiap malam memberikan motivasi ke mereka, denger cerita tentang sahabat rosul mereka jadi semangat juga berjuang, jadi mereka juga merasa berjuang. Kita sebagai muslim memang harus yakin dengan Insyallah ada rezeki masing-masing. Doa orang lemah dijabah sama Allah karena ikhtiar aja," tutupnya.
Walaupun keadaan serba terbatas dan terlahir istimewa tak ada kata menyerah bagi mereka terus menghapal dan mengamalkan kalam Allah.
#sahabat baik, di bulan yang penuh berkah ini ada baiknya menyisihkan rezeki untuk anak-anak yang tengah berjuang dalam kebaikan.
Nyeri di Sekujur Tubuh, Buat Kakek Rasan Hampir Menyerah
Kakek Rasan (73) langsung meringis kesakitan saat istrinya, Wasikem (57), memijit mijit tubuhnya yang terlihat begitu kaku dan kurus.
Wasikem pun menjelaskan kondisi suaminya kepada tim berbuatbaik.id yang langsung datang dari Jakarta untuk menjenguk keduanya di Lampung Timur.
"Ini kayak struk gitu udah lama udah 5 bulan," jelasnya.
Menurut Rasan hal ini bermula dari rasa kesemutan dan ngilu di tubuh lalu dia memutuskan pijat hingga berakhir dari pinggang sampai kaki kaku dan lumpuh.
![]() |
Wasikem dan anak-anaknya sudah membawa Rasan ke rumah sakit namun dia sampai saat ini mengaku tidak mengerti kondisi yang dialami sang suami.
Namun menurut sepahamannya suaminya mengalami saraf kejepit karena mengangkat berat sehingga menyebabkan kelumpuhan.
"Dokter suruh kontrol. Tapi kan saya enggak punya uang untuk mobilnya. Dari sini enggak ada (transportasi)," sambung Wasikem.
Memang selepas kejadian ini, Wasikem hanya bergantung pada dua anaknya yang bekerja sebagai nelayan. Itu pun tidak menjamin kehidupan dan pengobatan Rasan karena kedua anaknya kadang hanya membawa pulang Rp 50 ribu. Hasil ini pun dibagi kepada Wasikem dan juga keluarga anak-anaknya.
![]() |
"Jadinya ya diem aja (di rumah). Saya juga makannya dari anak. Ya sehari-hari ngurus ini-ini aja," jawabnya pendek.
Saat ini Rasan begitu membutuhkan popok sekali pakai karena sulit buang air ke toilet. Selain itu, dirinya ingin sekali memulai kembali terapi untuk pemulihannya.
Sementara itu, Wasikem punya harapan agar kelak dirinya tidak bergantung kepada anak-anaknya lagi yang sudah berkeluarga. Dia ingin memulai usaha menjual ikan keliling. Kedua meniti asa ada kepedulian yang bisa mereka terima untuk melanjutkan hidup.
![]() |
"Kalau bisa dagang ikan ya. Dagang ikan, dagang cumi, atau udang," tutupnya.
Sahabat baik, meskipun sudah lansia, baik Rasan maupun Wasikem masih bersemangat untuk bisa kembali bekerja di tengah hidup yang menghimpit dengan kondisi lumpuh.
Kamu bisa memberikan secercah sinar harapan untuk mereka dengan mulai Donasi sekarang juga. Donasi di berbuatbaik.id, 100% tersalurkan.
Berpasrah Nenek Pembuang Benang Lelah Jadi Penanggung Keluarga
Wajah Nenek Anah (62) mendadak sendu mengingat betapa beratnya dia menjalani hari tua dengan bersusah payah mencari nafkah. Sudah 10 tahun Nenek Anah bekerja sebagai pembuang benang.
Profesi yang tampaknya mudah namun memerlukan ketelitian apalagi jika dijalani orang yang sudah lansia seperti Nenek Anah.
"Capek pegal pegal, suka sakit punggung kadang pegal ga bisa nengok, minum obat warung aja gak ke rumah sakit. Saya kerjanya lelet karena mata makanya pelan pelan aja," kata Nenek Anah.
![]() |
Sebab kerjanya lambat maka tak banyak hasil pekerjaan yang dia hasilkan. Terkadang dia hanya membawa pulang upah sebesar Rp 100 hingga Rp 200 ribu per minggu.
"Kalau diceritain sedih suka mengeluh sendiri, makan seadannya saja. Mata saya sudah agak burem sampai pernah kegunting," ucapnya sedih.
Apalagi setelah pulang dia pun harus mengurus anak-anak dan cucu yang menumpang tinggal di rumahnya. Terkadang Nenek Anah sudah ingin menyerah tapi dia merasa kasihan dengan mereka yang juga belum stabil ekonominya.
"Anak-anak belum bekerja. memang saya tulung punggung saya yang kerja. Mau gimana lagi anak ga punya uang, udah ketuaan juga kerja. Pulang kerja saya yang masak, semuanya saya," keluh dia.
![]() |
Dia pun berdoa agar selalu diberikan kesehatan dan kekuatan untuk bisa tetap besama keluarganya. Meskipun harus makan apa adanya walau hanya nasi dengan kerupuk.
"Kadang ngeluh sendiri gimana kalau ga ada saya. Apalagi saya udah tua. Kadang-kadang mikirin apa saya yang duluan? Gimana kalau orangtua ga ada, biarin dah yang penting sehat bisa kerja," ucapnya tetap optimis.
Dia berharap ada masa depan yang lebih cerah untuk keluarga dan anak-anaknya tidak lagi bergantung padanya. #sahabatbaik, kemurahan hatimu menjadi hal yang akan membahagiakan Nenek Anah.
Berikan donasimu melalui berbuatbaik.id yang 100% tersalurkan.