Tak ada yang bisa membayangkan betapa sedihnya ketika salah satu anggota badan terenggut hilang karena kecelakaan. Inilah yang dirasakan Wahyu (51) yang tiba-tiba menjadi tuna daksa karena tersetrum listrik sutet. Trauma itu masih begitu membekas hingga terkadang menyisakan sedih dan sakit bagi ayah asal Padalarang, Jawa Barat.
"Saat itu lagi kerja bangunan. Waktu itu saya di atas di lantai 2 kan, jadi saya di belakang mau pindah ke tengah sedangkan sutet masih di depan ada 12 m jaraknya mau pindah ke tengah, nggak inget, inget-inget udah kesetrum di atas udah kesengat listrik. Nggak tahu ketarik nggak tahu gimana, tapi kata orang mah seperti terbang. Lalu 1 bulan harus diamputasi karena sudah busuk, tangannya sesudah dibedah, dua-duanya diamputasi," cerita Wahyu kepada tim berbuatbaik.id.
Foto:berbuatbaik.id
|
Wahyu yang selama ini bekerja mengandalkan tenaga dan kedua tangannya, merasa syok mengetahui dirinya harus diamputasi. Namun, takdir yang terjadi 14 tahun lalu itu harus dia terima dengan lapang dada.
"Sakit hati dulu mah saya sakit hati melihat orang bawa apa-apa pakai tangan. Sempet saya nangis lihat orang cangkul, saya juga suka ikut kerja nyangkul waktu itu, saat saya merasakan nggak enak, mulai dari itu saya ingin berusaha," tegas dia.
Kecelakaan itu membuatnya tegar dan tidak menyerah, apalagi ada anak semata wayang yang masih bersekolah. Kalau bukan dia, siapa lagi yang bisa diandalkan untuk mencari nafkah. Oleh karena itu, Wahyu memutuskan untuk mulai bekerja sebagai pedagang elod, opak, dan kecimpring singkong yang dia beli dari produsennya.
Foto:berbuatbaik.id
|
Beruntung dalam sehari ada saja kudapan khas Bandung ini yang laris. Semua kudapan itu dibantu disimpan oleh sang istri, di dalam dua buah tas ransel dan satu plastik. Ransel-ransel ini dibawa di depan dan belakang tubuhnya, tak lupa juga kresek besar. Kesemuanya dia jajakan keliling hingga 4 desa bisa dia datangi.
Satu plastik elod dihargai Rp 7000 dan dia mendapatkan keuntungan Rp 3000 untuk setiap bungkus elod yang terjual. Uniknya, saat berjualan karena tidak mempunyai tangan yang lengkap, dia meminta pembelinya mengambil sendiri barang yang mereka mau beli. Kemudian, pembeli menyimpan sendiri uang mereka ke dalam tas.
Foto:berbuatbaik.id
|
"Paling sedikit 30 sampai 40 bungkus kadang-kadang Kalau agak banyakan bisa mencapai 80 bungkus juga pernah, rata-rata paling di atas 50-an," sambung Wahyu.
Dia mengatakan dulu sempat kesulitan berjualan elod hingga akhirnya terbiasa. Pertama berjualan, Wahyu membawa barang dagangannya hanya dalam jumlah sedikit namun setelah terbiasa, dia berani membawa lebih banyak elod dan opak.
Wahyu mengatakan upaya ini tak lepas dari rasa ingin mandiri meski sudah tak ada lagi tangan yang sempurna. Dia tidak mau menjadi pemalas apalagi pengemis.
"Motivasinya punya anak punya keluarga, beban tanggung jawab kepala keluarga supaya anak bisa sekolah gimana caranya akan saya lakukan asalkan itu jalan yang benar. Walaupun gak punya tangan jangan jadi orang pemalas aja, sebisa mungkin gimana pun juga usaha itu harus, kan kata orang tua juga gitu, jangan sampai jadi orang pemalas jangan jadi pengemis. Pengennya anak tetap maju, supaya anak bisa mencapai keinginannya," tutupnya.
Foto:berbuatbaik.id
|
Kemandirian Wahyu yang tuna daksa ini menjadi inspirasi sekaligus penyemangat bahwa siapapun bisa bekerja tanpa harus meminta. Namun beban Wahyu ini bisa kita ringankan dengan Donasi sekarang juga. Kita bisa membantu Wahyu mengembangkan usaha yang tak mengharuskan dia harus berkeliling 4 desa dan kesulitan melakukan transaksi.
Yuk bantu Wahyu, sahabat baik. Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan.
Kamu yang telah berdonasi akan mendapatkan notifikasi dari tim kami. Selain itu, bisa memantau informasi seputar kampanye sosial yang kamu ikuti, berikut update terkininya.
Jika kamu berminat lebih dalam berkontribusi di kampanye sosial, #sahabatbaik bisa mendaftar menjadi relawan. Kamu pun bisa mengikutsertakan komunitas dalam kampanye ini.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan #berbuatbaik mulai hari ini, mulai sekarang!
Menjadi tuna daksa tanpa tangan merupakan hal yang tidak pernah diduga oleh Wahyu. Puji syukur kondisinya saat ini sehat dan Wahyu pun tidak kehilangan kekuatan untuk tetap mencari nafkah demi menghidupi anak dan istri.
Pemulihan kecelakaan yang dialami Wahyu memakan waktu selama 2 tahun, dari tidak bisa berjalan hingga akhirnya mampu berjualan keliling mencari nafkah.
“Awalnya coba-coba jualan, jadi kebiasaan. Biasanya keliling sampai dua desa, lebih dari 12 kilo pulang pergi, jalan kaki. Kadang sendiri, kadang ditemani istri kalo lagi ada yang pesen banyak”, ucap Wahyu di kediamannya di Padalarang.
Foto:berbuatbaik
|
Penghasilan yang tak menentu dari hasil berjualan serta banyaknya pesaing di sekelilingnya, tidak mematahkan semangat Wahyu untuk terus mencari nafkah demi menyekolahkan sang anak.
Perjuangannya tidak sia-sia, Wahyu berhasil menyekolahkan anak semata wayang hingga lulus SMA.
“Alhamdulillah semangat, kan pengen nyekolahin anak, berjuang untuk anak. Pengen punya anak sampai beres sekolah, SMA juga udah Alhamdulillah”, ucapnya dengan senyuman.
Donasi yang telah terkumpul sebanyak Rp 13.232.659 telah membantu Wahyu untuk merenovasi rumahnya dengan membangun kamar mandi dan dapur untuk memasak, serta menambahkan modal usaha.
Foto:Wahyu
|
“Terima kasih Sahabat Baik yang telah membantu saya, bantuannya sangat bermanfaat untuk saya dan keluarga. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya. Terima kasih Sahabat Baik”, ucapnya.
Perjuangan Wahyu untuk tetap mencari nafkah dengan keterbatasan yang dimiliki menjadi pelajaran berharga untuk kita agar tetap bersyukur dengan keadaan yang dimiliki. #sahabatbaik kita bisa membantu mereka yang membutuhkan dan berikan rasa syukur kita dengan berdonasi di berbuatbaik.id. Kabar baiknya, donasi kalian akan tersalurkan 100%.