Ibu adalah pelita yang selalu menyinari kehidupan mau bagaimana pun keadaaan anak-anaknya. Cerminan ibu seperti ini lah Imas bagi Hilman, anaknya.
Sehari-hari warga Padalarang, Jawa Barat, tersebut yang selama 18 tahun merawat anaknya penderita thalsemia dan cerebral palsy. Hilman terpaksa bergantung pada sang ibu karena terlahir tanpa mengenal dunia karena kemampuan otaknya terbatas. Bahkan dia pun tidak bisa mendengar ataupun berbicara.
Foto:berbuatbaik
|
Walau berbeda dengan kebanyakan cerebral palsy lainnya karena Hilman bisa menggerakkan dan memiringkan tubuh, namun sejak bayi sudah divonis alami thalasemia atau kelainan darah.
Hilman pun tidak merasakan lama kasih sayang ayahanda karena tiada tak lama setelah dirinya lahir. Hanya kepada Imas (53) lah, Hilman bergantung sehari-hari. Imas bercerita tentang awal kehamilannya yang mengkhawatirk.
"Kalau mengenai itu kan ini adalah qadarullah tapi seluk-beluknya kronologi awal mulai dari keguguran. Saya kan keguguran mungkin dari itu, kotor, terus pas lahir itu Hilman juga kendala di vakum, meskipun 2 kilo tapi di vakum kecil, tapi kok di vakum, terus pas keluar banyak cairan biru dan nggak bersuara langsung dirawat. Dari usia bayi, kalau dulu mah dia punya cerebral palsy yang kena itu diagnosa pertama waktu 6 bulan thalasemia, nah abis itu diketahui secara cerebral palsy 9 bulan," kata Imas kepada tim berbuatbaik.id.
Foto:berbuatbaik
|
Imas pun menerima keadaan Hilman apa adanya karena menurutnya Hilman akan menjadi penolongnya di akhirat kelak.
"Saya fokusnya kepada akhirat, ini adalah dari Allah untuk bisa menjadi syafaat untuk saya yang menjadi kebanggaan saya. Kekuatan itu karena saya bersandar kepada Allah, kalau secara pandangan akal manusia sendiri merawat ini tanpa nafkah terus usahanya juga kadang-kadang tapi ini pasti Allah punya kehendak, tidak akan sia-sia, saya punya itikad yang seperti itu kalau Allah berkehendak pasti Allah sudah memfasilitasi segala keperluannya," terangnya.
Sampai saat ini Imas masih memberikan asupan Hilman berupa makanan bertekstur halus, seperti nasi tim dan lauk yang disuwir.
Sebab menderita thalasemia, Hilman juga harus diberi gizi yang seimbang serta tidak mengonsumsi sayuran hijau dan daging merah.
Foto:berbuatbaik
|
"Kadang suka ada bantuan ada Uwak dua hari sekali, suka saling bantu ketika sakit otomatis memaksakan diri melebihi harus memfasilitasi Hilman yang utama jadi ada sugesti harus sembuh sakitnya cepat hilang," sambungnya.
Untuk menghidupi keduanya, Imas mengandalkan kemampuannya menjahit yang penghasilannya tidak menentuk. Jika sedang ramai, Imas nisa mendapatkan uang hingga Rp 80 ribu per hari.
Walaupun terlihat lihai, nyatanya fungsi penglihatan Imas menurun bahkan staminanya juga tak sekuat dulu apalagi setelah pernah mengalami kanker ovarium.
"Sekarang mah sudah diangkat sudah Alhamdulillah normal kembali cuma kalau organnya terambil ya Ada lemah gitulah sekarang mah nggak selincah waktu dulu udah lemah capek," keluh dia.
Foto:berbuatbaik
|
Namun untuk Hilman, sedapat mungkin Imas menguatkan diri. Apalagi Hilman harus menjalani transfusi darah rutin di Rumah Sakit Hasan Sadikin yang letaknya hingga 23 km.
"Charter itu kalau kondisi dedenya udah gede. Kalau dulu mah kalau digendong pakai umum kalau nyampe ke Hasan Sadikin tiga kali naik angkot, kalau sekarang kondisinya tidak memungkinkan untuk naik angkot ya karena bawa kursi roda, adeknya juga udah besar. PP 250.000 untuk sekali berobat per dua minggu sekali, itu kalau nggak ada apa-apa, tapi kalau misalkan badan Hilman ngedrop ya bisa seminggu sekali tergantung kondisi si adek," jelas dia.
#sahabatbaik, kehidupan ibu dan anak ini tentu tidak mudah. Namun dengan kebaikan yang kita berikan, perjuangan mereka akan terasa lebih ringan.
Kamu bisa mulai membantu Hilman dan ibu dengan mulai Donasi sekarang juga. Terpenting, donasi di berbuatbaik.id itu 100% tersalurkan.